Wednesday, January 21, 2015

Early Surprise : NICU dan Jaundice

Memiliki bayi prematur menurut gw sangat sangat menantang. Punya bayi yg normal aja pasti menantang apalagi yg ini, membutuhkan ekstra hati-hati dan kesabaran.
Uwais hanya IMD basa-basi karena tubuhnya yg terlalu kecil. Termasuk bayi dengan berat badan dibawah 2500g, jadi harus segera masuk NICU. InsyaAllah dengan IMD basa-basi pun gw akan tetap berusaha menyusui Uwais nantinya. Amin.

Alhamdulillah dengan niat yg sangat besar, walaupun gw melahirkan secara sesar, gw mengalami perkembangan penyembuhan yg sangat pesat. Ketika masih di ruang observasi pasca operasi gw sudah bisa menekuk kaki, malamnya gw udah bisa miring kanan-kiri, subuh keesokan harinya gw udah bisa ke kamar mandi sendiri. Dan siangnya gw udah bisa mengunjingi Uwais di ruang NICU.
Memang sakit, tapi rasanya gw gak tega untuk gak ketemu sama bayi gw yg sendirian di NICU. Melihatnya dengan selang melintang terpasang disana dan disini membuat gw punya kekuatan baru. Gw harus kuat, ASI gw harus keluar untuk anak gw. Dan, alhamdulillah pada hari pertama ASI gw mulai keluar walau sedikit banget.

Di hari ketiga gw udah bisa pulang sementara Uwais masih harus di NICU, walaupun semua hasil tesnya baik, tapi Uwais masih membutuhkan observasi lebih lanjut. Gw paham, Uwais terlalu muda dan dokter suster ini gak akan sembrono membiarkan Uwais keluar dari NICU. Akhirnya gw pulang tanpa Uwais, hampa sekali rasanya. Kayak gak abis melahirkan, deh. Pulang tapi gak ada yg bisa digendong. Sabar, ya nak. Nanti Bunda dan Ayah akan jemput Uwais untuk pulang.

Selama gw di rumah dan Uwais di NICU, suami gw yg bertugas bolak balik hampir tiap 3 jam ke RS demi mengantar ASI. Berhubung ASI gw belom banyak tapi Uwais harus minum jadilah malam hari, dini hari, sampai sebelum subuh pun suami yg mengantar ASI. Alhamdulillah punya suami yg baik dan pengertian, huhuhu.
Hari keempat, Uwais kena Jaundice atau biasa dikenal dengan penyakit kuning. Sediiiiiih banget rasanya. Dr. Yenny menawarkan untuk disinar dulu baru besok siang boleh pulang. Sebenarnya Uwais gak terlalu kuning, kadar bilirubinnya mepet ke arah normal, tapi untuk pencegahan saja biar gak semakin parah.

Suster pun mengingatkan bahwa Uwais akan merasa haus terus menerus, sehingga ia akan membutuhkan ASI jauh lebih banyak. Gw menyanggupi. InsyaAllah, demi Uwais apapun akan gw lakukan.

Gw dan suami bolak balik ke RS untuk mengantar ASI, puncaknya gw sampai diam di mobil yg di parkir di RS untuk memompa ASI hingga jam 2 pagi. Dan jam 2 pagi itu tak ada lagi ASI yg keluar. Kedua puting sudah lecet karena dipompa terus menerus dan badan gw pun udah lemah tak bertenaga efek penyembuhan abis operasi. Sudah gak bisa lagi gw rasakan sakitnya jahitan pasca operasi, yg ada hanya bagaimana agar gw banyak makan dan minum agar bayi gw cukup ASI.

Akhirnya gw menyerah pada keadaan. Jam 2 malam suster menelpon dan menginfokan kalau persediaan ASIP Uwais sudah habis. Gw yg ketika itu masih di parkiran hanya bisa lemas, bagaimana ini? Pilihannya hanya dua : anak gw dehidrasi dengan kekeras-kepalaan bundanya akan ASIX, atau gw berikan sufor yg mana gak sesuai dengan idealisme gw. Suami gw meyakinkan bahwa gw lah ibu dari Uwais. Gw yg paling mengerti keadaan anak gw. Terbayang Uwais yg disinar menangis meraung-raung kelaparan saja membuat gw ingin menangis. Akhirnya gw putuskan dengan menggunakan sufor. InsyaAllah gw sudah berusaha, selanjutnya gw akan tambah berusaha, bismillah.

Setelah gw lemas selemas-lemasnya gw dan suami memutuskan pulang dan istirahat. Dengan tekat yg kuat gw akan tidur nyenyak terus pumping pas subuh nanti. Well, pada akhirnya gw baru bangun jam 5 lewat dan langsung pumping. Maafin Bundamu ya nak.

Setelah drama ASI semalaman, senin siang Uwais bisa dibawa pulang. Ini lah saatnya! Gw baru bener-bener ngerasa abis ngelahirin waktu bawa Uwais pulang. Rasanya nano-nano deh. Antara seneng campur degdegkan, campur sakit jahitan, campur khawatir, campur campur!

Nah, konon katanya waktu pulang ke rumah inilah kehidupan sebenarnya jadi ibu baru dimulai.

Yuk, mari kita berdoa bersama biar lancar car car..

Misi pertama : naikin berat badan Uwais!
Misi kedua : ASIX!

Hupplaaaaaaa~

Early Surprise : Cerita Pertama untuk Anakku

Dear Uwais kesayangan Bunda,

Nak, bacalah cerita ini ya. Bunda akan menceritakan kisah kelahiranmu yg penuh dengan kejutan.

Selasa malam, setelah Bunda dengan suka cita mempersiapkan kamar untuk kedatanganmu, Ayah dan Bunda pun terlelap. Namun lewat tengah malam, Bunda tiba-tiba merasa mulas yg aneh untuk pertama kali. Tapi Bunda memilih untuk kembali tidur karena Bunda pikir itu hanyalah mulas biasa. Maklum, nak. Bunda juga belum mengerti perbedaan mulas biasa dan mulas mau melahirkan. Lagipula tak ada curiga jika itu sebuah tanda darimu, mengingat usiamu yg masih 35 minggu. Tak lama mulas kedua pun muncul. Saat itu sekitar jam setengah 2 malam. Ketika Bunda hendak melanjutkan tidur, tiba-tiba Bunda merasa ada sesuatu yg mengalir. MasyaAllah, mungkin ini yg disebut ketuban bocor. Bunda langsung membangunkan Ayah, Alhamdulillah Ayahmu sigap sekali, nak. Tak menunggu lama, rembesan kedua mengalir lebih banyak. Bunda dan Ayah pun segera memutuskan ke RS Awal Bros.
Alhamdulillah, Bunda sudah mempersiapkan tas untuk kepentingan persalinanmu, sehingga kami pun tidak panik.

Sesampainya di UGD, Bunda dan Ayah dibawa ke ruang Observasi VK. Setelah diperiksa dan dilaporkan ke Dr. Wulan, bidan memberitahu kalau kamu harus dilahirkan karena ketuban sudah bocor dan pembukaan sudah 2.
Rasanya perasaan Bunda langsung campur aduk. Kamu masih 35 minggu, apakah kamu sudah siap nak? Apakah Bunda salah melakukan sesuatu sehingga ketuban mengalami kebocoran dini? Semoga kamu baik-baik saja, anakku.

Segala pikiran negatif mulai menyerang Bunda. Apakah Bunda siap? Apakah kamu siap? Alhamdulillah Ayah selalu menemani Bunda dan menguatkan hati Bunda. Bismillah, jarum infus mulai dipasang, induksi dosis kecil sudah diberikan. Kami tinggal berdoa semoga persalinan ini berjalan lancar.

Uwais, anak Bunda yg paling sholeh, ternyata induksi yg seharusnya mulai bertahap setiap jam berlaku berbeda di tubuh Bunda. Saat itu Bunda masih bersama Ayah, berdua saja di bilik ruang observasi. Ayah dengan setia menenangkan Bunda sambil membacakan almatsurah seperti setiap pagi Bunda bacakan untukmu. Mulas sudah menyerang Bunda lebih dari 3x perjamnya. MasyaAllah, nak. Sungguh, ini adalah mulas yg tak pernah Bunda rasakan sebelumnya. Menjelang jam 6, bidan memutuskan untuk menghentikan induksi karena progres mulas yg terlalu cepat. Dikhawatirkan akan melukai perut Bunda dan kamu.

Jam sudah menunjukkan pukul 9 ketika pemeriksaan CTG menunjukan aktifitas jantungmu menurun, pembukaan pun masih 2, sementara Bunda sudah merasakan mulas 3x setiap 20 menit. Penantian yg luar biasa bagi Bunda. Rasanya Bunda ingin menangis dan menjerit merasakan mulas ini, namun Bunda ingat kalau Bunda membutuhkan tenaga yg banyak untuk mengeluarkanmu nanti. Nak, bertahanlah. Bunda hanya bisa menahan sakitnya sambil berzikir. Ayahmu disamping Bunda, memberikan kekuatan dan dorongan untuk bertahan, sementara Neni yg sudah datang ikut berzikir dan menenangkan Bunda.

Dr. Wulan baru datang sekitar jam 10 dimana Bunda sudah mulas maksimal. Berkali-kali Neni mengingatkan untuk tidak berusaha mendorongmu. Melihat Bunda yg kepayahan, sementara aktifitas jantungmu tak membaik dan pembukaan yg masih stagnan, Dr. Wulan meminta untuk melakukan sesar jika pemeriksaan jam 11 nanti masih tak ada perubahan.

Bunda mulai susah berkonsentrasi antara zikir dan mengaplikasikan pernafasan perut yg sudah dilatih ketika senam hamil. Lewat jam 11, setelah pemeriksaan yg menunjukkan tak ada perubahan berarti, Bunda diminta bertahan hingga jam 1 siang. Saat itu mulas sudah 3x per 10 menit. Segala pikiran negatif mulai menyerang Bunda lagi. Bagaimana jika kamu tak bisa bertahan? Mengapa pembukaan tidak ada progres? Bagaimana jika Bunda tak bisa menahan rasa sakit ini? Bunda rasanya ingin marah-marah. Bunda ingin memaki, mengaduh, dan merintih karena sakit yg semakin jadi ini. Tapi Bunda tak ingin kamu mendengar kata-kata yg tak pantas di hari kelahiranmu -dan seterusnya kelak-.

Mama Teta dan Ayah Tata sudah pulang lebih dulu. Ayahmu yg tadi pergi sebentar untuk menyelesaikan urusan kampus pun sudah kembali ke samping Bunda. Aju dan Uti sudah kembali dari umroh, mereka sudah diperjalanan menuju RS.
Neni senantiasa menemani sementara Opa sudah diperjalanan dari kantor menuju RS.
Nak, apalagi yang kamu tunggu? Semua sudah menunggu kedatanganmu.

Jam 1 siang terasa lama bagi Bunda. Setelah pemeriksaan yang juga tiada progres, hanya kuantitas dan kualitas mulas yg semakin tajam saja yg berubah. Akhirnya Ayah dan Bunda menyetujui untuk dilakukan operasi karena hasil CTGmu tidak membaik.

Waktu berlalu dengan sangat lambat, terlebih sejak persiapan operasi Ayahmu tidak diizinkan masuk ruangan. Padahal sebelumnya pihak RS mengizinkan suami untuk turut hadir di ruang operasi. Bunda sedih sekaligus bersyukur, Ayahmu tak perlu melihat saat-saat yg pastinya menyeramkan di ruang operasi. Disisi lain, Bunda sedih tak ada Ayah yg menemani.

Pertama kali Bunda masuk ke ruang operasi, rasanya asing dan dingin. Di ruangan ini, segala hal bisa terjadi. Kelahiranmu bisa jadi kepergian Bunda, hanya kepasrahan dalam zikir yg terus menerus Bunda lantunkan. Semoga kamu sehat tanpa kurang satu pun, nak. Doa Bunda siang itu begitu mendalam.

Ketika rasa sakit mulai menghilang akibat anestesi yg bekerja. Ketika tubuh menggigil sedemikian rupa. Ketika Bunda sudah tak peduli siapa saja dan apa yg mereka lakukan pada tubuh Bunda. Ketika hanya lantunan zikir yg lirih Bunda ucapkan. Maka saat itulah suara tangis itu memecah hiruk pikuk ruang operasi. Tangisan pertamamu pada pukul 14.17.

Sungguh, nak. Rasanya semua sakit 12 jam yg lalu menghilang. Semua pegal selama 35 minggu yg lalu sirna sudah. Alhamdulillah, satu kecemasan Bunda langsung terjawab. Tangisanmu yg kencang menandakan jantungmu sehat dan sempurna.

Diantara kesadaran yg mulai Bunda kumpulkan lagi, Dr. Yenny meminta untuk melihat ke kiri. Disitu dirimu sedang dibersihkan, menggigil ditengah ruangan yg dingin. Kakimu yg meronta dan tangisanmu membuat Bunda mempunyai kekuatan kembali. Tunggu ya nak, nanti Bunda akan memelukmu agar kamu tak kedinginan lagi.

Bunda diberitahu bahwa keputusan untuk operasi ini sangat tepat, walaupun sedikit telat karena Bunda sudah merasakan sakit selama 12 jam. Ternyata tali pusarmu pendek, nak. Itulah sebabnya kamu tak bisa mendorong lebih jauh sementara ketubanmu sudah tinggal sedikit. Alhamdulillah, jika masih dipertahankan entah apa yg terjadi nanti, nak.

Pasca operasi, Bunda diberi kabar bahwa kamu harus masuk NICU karena prematur dan harus di observasi. Rasanya sedih sekali, nak. Melihat selang oksigen dan selang lambung melintang di wajahmu sementara ditanganmu harus dipasang infus untuk menstabilkan glukosa. Bunda ingin memelukmu, memberikan kekuatan agar kamu tak merasa sakit. Bunda ingin cepat sembuh, agar bisa secepat mungkin menemuimu. Bunda dan Ayah mengunjungimu secara berkala, berharap dokter segera mengizinkanmu pulang. Alhamdulillah dengan izin Allah Bunda sembuh lebih cepat dan bisa pulang. Sayangnya kamu masih harus menginap di NICU. Ayah dengan sabar bolak balik ke RS untuk mengantarkan ASI untukmu. Beruntunglah kamu memiliki Ayah yg penuh perhatian padamu, tak peduli walau dinihari atau sebelum subuh berkumandang, Ayahmu sudah pergi ke RS untuk mengantarkan ASI.

Hari keenam, alhamdulillah kamu sudah boleh pulang. Keajaiban yg Allah berikan karena kamu bisa kembali kepada kami lebih cepat. Semua organ tubuhmu lengkap, sehat, dan sempurna walaupun kamu lahir lebih cepat.

Uwais, anak Bunda yg tercinta. Selamat datang di kehidupan dunia ini. Bunda dan Ayah insyaAllah akan selalu menyayangi dan mendampingimu. Kami akan berusaha memberikan yang terbaik untukmu. Hari ini, 14 hari yg lalu, merupakan karunia terbesar bagi kami. Maka kami membayar aqiqahmu hari ini, sebagai bentuk syukur atas pemberian Allah.

Bekasi, 21 Januari 2015
Penuh Cinta,
Ayah dan Bunda