Dear Uwais kesayangan Bunda,
Nak, bacalah cerita ini ya. Bunda akan menceritakan kisah kelahiranmu yg penuh dengan kejutan.
Selasa malam, setelah Bunda dengan suka cita mempersiapkan kamar untuk kedatanganmu, Ayah dan Bunda pun terlelap. Namun lewat tengah malam, Bunda tiba-tiba merasa mulas yg aneh untuk pertama kali. Tapi Bunda memilih untuk kembali tidur karena Bunda pikir itu hanyalah mulas biasa. Maklum, nak. Bunda juga belum mengerti perbedaan mulas biasa dan mulas mau melahirkan. Lagipula tak ada curiga jika itu sebuah tanda darimu, mengingat usiamu yg masih 35 minggu. Tak lama mulas kedua pun muncul. Saat itu sekitar jam setengah 2 malam. Ketika Bunda hendak melanjutkan tidur, tiba-tiba Bunda merasa ada sesuatu yg mengalir. MasyaAllah, mungkin ini yg disebut ketuban bocor. Bunda langsung membangunkan Ayah, Alhamdulillah Ayahmu sigap sekali, nak. Tak menunggu lama, rembesan kedua mengalir lebih banyak. Bunda dan Ayah pun segera memutuskan ke RS Awal Bros.
Alhamdulillah, Bunda sudah mempersiapkan tas untuk kepentingan persalinanmu, sehingga kami pun tidak panik.
Sesampainya di UGD, Bunda dan Ayah dibawa ke ruang Observasi VK. Setelah diperiksa dan dilaporkan ke Dr. Wulan, bidan memberitahu kalau kamu harus dilahirkan karena ketuban sudah bocor dan pembukaan sudah 2.
Rasanya perasaan Bunda langsung campur aduk. Kamu masih 35 minggu, apakah kamu sudah siap nak? Apakah Bunda salah melakukan sesuatu sehingga ketuban mengalami kebocoran dini? Semoga kamu baik-baik saja, anakku.
Segala pikiran negatif mulai menyerang Bunda. Apakah Bunda siap? Apakah kamu siap? Alhamdulillah Ayah selalu menemani Bunda dan menguatkan hati Bunda. Bismillah, jarum infus mulai dipasang, induksi dosis kecil sudah diberikan. Kami tinggal berdoa semoga persalinan ini berjalan lancar.
Uwais, anak Bunda yg paling sholeh, ternyata induksi yg seharusnya mulai bertahap setiap jam berlaku berbeda di tubuh Bunda. Saat itu Bunda masih bersama Ayah, berdua saja di bilik ruang observasi. Ayah dengan setia menenangkan Bunda sambil membacakan almatsurah seperti setiap pagi Bunda bacakan untukmu. Mulas sudah menyerang Bunda lebih dari 3x perjamnya. MasyaAllah, nak. Sungguh, ini adalah mulas yg tak pernah Bunda rasakan sebelumnya. Menjelang jam 6, bidan memutuskan untuk menghentikan induksi karena progres mulas yg terlalu cepat. Dikhawatirkan akan melukai perut Bunda dan kamu.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 ketika pemeriksaan CTG menunjukan aktifitas jantungmu menurun, pembukaan pun masih 2, sementara Bunda sudah merasakan mulas 3x setiap 20 menit. Penantian yg luar biasa bagi Bunda. Rasanya Bunda ingin menangis dan menjerit merasakan mulas ini, namun Bunda ingat kalau Bunda membutuhkan tenaga yg banyak untuk mengeluarkanmu nanti. Nak, bertahanlah. Bunda hanya bisa menahan sakitnya sambil berzikir. Ayahmu disamping Bunda, memberikan kekuatan dan dorongan untuk bertahan, sementara Neni yg sudah datang ikut berzikir dan menenangkan Bunda.
Dr. Wulan baru datang sekitar jam 10 dimana Bunda sudah mulas maksimal. Berkali-kali Neni mengingatkan untuk tidak berusaha mendorongmu. Melihat Bunda yg kepayahan, sementara aktifitas jantungmu tak membaik dan pembukaan yg masih stagnan, Dr. Wulan meminta untuk melakukan sesar jika pemeriksaan jam 11 nanti masih tak ada perubahan.
Bunda mulai susah berkonsentrasi antara zikir dan mengaplikasikan pernafasan perut yg sudah dilatih ketika senam hamil. Lewat jam 11, setelah pemeriksaan yg menunjukkan tak ada perubahan berarti, Bunda diminta bertahan hingga jam 1 siang. Saat itu mulas sudah 3x per 10 menit. Segala pikiran negatif mulai menyerang Bunda lagi. Bagaimana jika kamu tak bisa bertahan? Mengapa pembukaan tidak ada progres? Bagaimana jika Bunda tak bisa menahan rasa sakit ini? Bunda rasanya ingin marah-marah. Bunda ingin memaki, mengaduh, dan merintih karena sakit yg semakin jadi ini. Tapi Bunda tak ingin kamu mendengar kata-kata yg tak pantas di hari kelahiranmu -dan seterusnya kelak-.
Mama Teta dan Ayah Tata sudah pulang lebih dulu. Ayahmu yg tadi pergi sebentar untuk menyelesaikan urusan kampus pun sudah kembali ke samping Bunda. Aju dan Uti sudah kembali dari umroh, mereka sudah diperjalanan menuju RS.
Neni senantiasa menemani sementara Opa sudah diperjalanan dari kantor menuju RS.
Nak, apalagi yang kamu tunggu? Semua sudah menunggu kedatanganmu.
Jam 1 siang terasa lama bagi Bunda. Setelah pemeriksaan yang juga tiada progres, hanya kuantitas dan kualitas mulas yg semakin tajam saja yg berubah. Akhirnya Ayah dan Bunda menyetujui untuk dilakukan operasi karena hasil CTGmu tidak membaik.
Waktu berlalu dengan sangat lambat, terlebih sejak persiapan operasi Ayahmu tidak diizinkan masuk ruangan. Padahal sebelumnya pihak RS mengizinkan suami untuk turut hadir di ruang operasi. Bunda sedih sekaligus bersyukur, Ayahmu tak perlu melihat saat-saat yg pastinya menyeramkan di ruang operasi. Disisi lain, Bunda sedih tak ada Ayah yg menemani.
Pertama kali Bunda masuk ke ruang operasi, rasanya asing dan dingin. Di ruangan ini, segala hal bisa terjadi. Kelahiranmu bisa jadi kepergian Bunda, hanya kepasrahan dalam zikir yg terus menerus Bunda lantunkan. Semoga kamu sehat tanpa kurang satu pun, nak. Doa Bunda siang itu begitu mendalam.
Ketika rasa sakit mulai menghilang akibat anestesi yg bekerja. Ketika tubuh menggigil sedemikian rupa. Ketika Bunda sudah tak peduli siapa saja dan apa yg mereka lakukan pada tubuh Bunda. Ketika hanya lantunan zikir yg lirih Bunda ucapkan. Maka saat itulah suara tangis itu memecah hiruk pikuk ruang operasi. Tangisan pertamamu pada pukul 14.17.
Sungguh, nak. Rasanya semua sakit 12 jam yg lalu menghilang. Semua pegal selama 35 minggu yg lalu sirna sudah. Alhamdulillah, satu kecemasan Bunda langsung terjawab. Tangisanmu yg kencang menandakan jantungmu sehat dan sempurna.
Diantara kesadaran yg mulai Bunda kumpulkan lagi, Dr. Yenny meminta untuk melihat ke kiri. Disitu dirimu sedang dibersihkan, menggigil ditengah ruangan yg dingin. Kakimu yg meronta dan tangisanmu membuat Bunda mempunyai kekuatan kembali. Tunggu ya nak, nanti Bunda akan memelukmu agar kamu tak kedinginan lagi.
Bunda diberitahu bahwa keputusan untuk operasi ini sangat tepat, walaupun sedikit telat karena Bunda sudah merasakan sakit selama 12 jam. Ternyata tali pusarmu pendek, nak. Itulah sebabnya kamu tak bisa mendorong lebih jauh sementara ketubanmu sudah tinggal sedikit. Alhamdulillah, jika masih dipertahankan entah apa yg terjadi nanti, nak.
Pasca operasi, Bunda diberi kabar bahwa kamu harus masuk NICU karena prematur dan harus di observasi. Rasanya sedih sekali, nak. Melihat selang oksigen dan selang lambung melintang di wajahmu sementara ditanganmu harus dipasang infus untuk menstabilkan glukosa. Bunda ingin memelukmu, memberikan kekuatan agar kamu tak merasa sakit. Bunda ingin cepat sembuh, agar bisa secepat mungkin menemuimu. Bunda dan Ayah mengunjungimu secara berkala, berharap dokter segera mengizinkanmu pulang. Alhamdulillah dengan izin Allah Bunda sembuh lebih cepat dan bisa pulang. Sayangnya kamu masih harus menginap di NICU. Ayah dengan sabar bolak balik ke RS untuk mengantarkan ASI untukmu. Beruntunglah kamu memiliki Ayah yg penuh perhatian padamu, tak peduli walau dinihari atau sebelum subuh berkumandang, Ayahmu sudah pergi ke RS untuk mengantarkan ASI.
Hari keenam, alhamdulillah kamu sudah boleh pulang. Keajaiban yg Allah berikan karena kamu bisa kembali kepada kami lebih cepat. Semua organ tubuhmu lengkap, sehat, dan sempurna walaupun kamu lahir lebih cepat.
Uwais, anak Bunda yg tercinta. Selamat datang di kehidupan dunia ini. Bunda dan Ayah insyaAllah akan selalu menyayangi dan mendampingimu. Kami akan berusaha memberikan yang terbaik untukmu. Hari ini, 14 hari yg lalu, merupakan karunia terbesar bagi kami. Maka kami membayar aqiqahmu hari ini, sebagai bentuk syukur atas pemberian Allah.
Bekasi, 21 Januari 2015
Penuh Cinta,
Ayah dan Bunda